Tokoh Papua: Kisruh Freeport Munculkan Persoalan Serius di
Mimika
Ladang
tambang terbuka yang dikelola PT Freeport Indonesia di Grasberg, Tembagapura,
Timika, Papua.
Tokoh masyarakat Kabupaten Mimika,
Papua, Athanasius Allo Rafra meminta pemerintah segera menuntaskan kekisruhan
yang terjadi di PT Freeport Indonesia. Allo mengatakan situasi gonjang-ganjing
yang dialami Freeport Indonesia dalam dua bulan terakhir telah memberikan
dampak yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat di Kabupaten Mimika.
"Saya kira sudah saatnya pemerintah menuntaskan masalah yang terjadi di PT
Freeport Indonesia. Masalah ini sudah dua bulan tanpa penyelesaian. Orang di
Jakarta tidak merasakan dampak dari persoalan PT Freeport tapi kami di Mimika
yang merasakan langsung. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan mengambang terus
tanpa penyelesaian yang tuntas," kata Allo saat ditemui di Timika.
Mantan Penjabat Bupati Mimika periode 2007-2008 itu mengatakan ketidakpastian
terhadap masa depan operasi pertambangan PT Freeport serta dihentikannya izin
ekspor konsentrat Freeport ke luar negeri (60 persen produksi konsentrat
Freeport selama ini diekspor) telah mengakibatkan munculnya berbagai persoalan
serius di Mimika baik di bidang ekonomi, sosial, keamanan maupun politik.
Dampak sosial yang timbul pasca penghentian izin ekspor konsentrat Freeport
yaitu saat ini sekitar 4.000 - 5.000 karyawan (baik karyawan permanen Freeport
maupun karyawan perusahaan-perusahaan subkontraktor) telah di-PHK dan
dirumahkan.
"Setiap hari selalu ada karyawan yang di PHK dan dirumahkan. Sekarang
jumlah karyawan yang di PHK dan dirumahkan mungkin sudah sekitar 4.000 - 5.000
orang. Ini masalah sosial yang sangat besar. Pemerintah jangan tutup mata
dengan persoalan ini," kata Allo Rafra yang pernah menjadi anggota DPRD
Mimika periode 2009-2014 itu.
Situasi ketidakpastian di PT Freeport itu juga berdampak langsung terhadap
Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) yang mengelola dana
kemitraan (biasa disebut dana satu persen) PT Freeport untuk menunjang program
pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal tujuh suku di
Mimika.
Kini LPMAK harus memberhentikan 60 persen karyawannya serta mengurangi alokasi
anggaran untuk menunjang operasional dua rumah sakit di Mimika yaitu Rumah
Sakit Mitra Masyarakat dan Rumah Sakit Waa-Banti. Selain itu, LPMAK kini tidak
lagi merekrut peserta program beasiswa untuk dikirim belajar di berbagai kota
studi baik di Papua maupun luar Papua.
Yang tidak kalah memprihatinkan,
katanya, persoalan yang terjadi di PT Freeport telah memukul sektor
perekonomian riil di Kabupaten Mimika. "Sekarang kita bisa melihat hotel -
hotel dan restoran di Timika sepi karena tidak ada tamu dan pengunjung.
Perbankan khawatir dengan risiko kredit macet karena telanjur memberikan
kucuran kredit ke karyawan dengan nilai yang sangat fantastis mencapai ratusan
bahkan triliunan rupiah tanpa agunan. Apalagi sektor riil seperti pertanian,
peternakan, perikanan dan lain-lain pasti terkena imbas. Meskipun ada hasil, tapi
tidak ada lagi perusahaan yang membeli hasil-hasil pertanian, peternakan dan
perikanan masyarakat," jelas Allo.
Komentar :
Kisruh di papua karena PT.Freeport
Indonesia karena tidak mau mengikuti peraturan di Indonesia. Sebaiknya PT. Freeport
Indonesia Harus mau mengikuti peraturan yang berlaku di Indonesia karena PT
tersebut berada di Indonesia. Dan bisa mengurang PHK, agar meringkan
perekonomian di sekitar pt tersebut misalnya pengunjung hotel dan restoran
bertambah Dan juga bisa menambah devisa
Negara.
Sumber :