Minggu, 29 Mei 2016

Pembangunan Ekonomi Daerah Dan Otonomi Daerah


Undang – Undang ( UU ) Otonomi Daerah :

Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, yaitu:

1.     Nilai Unitaris

yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara , yang berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia.

2.     Nilai Dasar Desentralisasi Teritorial

dari isi pasal 18 Undang - undang Dasar 1945 beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka bahwa Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan

Dikaitkan dengan dua nilai dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat pada pembentukan daerah - daerah otonom dan penyerahan sebagian kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sebagian  kekuasaan dan kewenangan tersebut. 

Adapun titik berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II , dengan beberapa dasar pertimbangan :

1.     Dimensi Politik

Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim.
2.     Dimensi Administratif,

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat relatif dapat lebih efektif.
3.     Dati II
 
daerah "ujung tombak" pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.

Atas dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.     Nyata
Otonomi secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah.

2.     Bertanggung jawab
Pemberian otonomi diselaraskan untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air.

3.     Dinamis
Pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan maju

Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah :

1.      Undang - Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok - Pokok Pemerintahan Di Daerah
2.      Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3.      Undang - Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4.      Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5.      Undang - Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6.      Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7.      Undang - Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Perubahan Pemerintah Daerah Dan Peranan Pendapatan Asli Daerah

·         Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 18 bahwa “ Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang - undangan ”.

·         Menurut Warsito  : Pendapatan Asli Daerah “ Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut sendiri oleh pemerintah daerah. Sumber PAD terdiri dari: pajak daerah, restribusi daerah, laba dari badan usaha milik daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya yang sah ”. 

Dalam pengelolaan keuangan daerah, pemerintah daerah dihadapkan pada dua hasil guna yang harus dicapai yaitu :
1.      Peningkatan penerimaan daerah, baik dari sumber bagi hasil, PADS ( pendapatan asli daerah sendiri ), atau pun sumber yang lainnya.
2.      Peningkatan efisiensi dan efektivitas pengeluaran keuangan daerah sehingga tepat pada sasaran pembangunan daerah dan tidak terjadi kebocoran.

Undang  -Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan dalam Pasal 157 bahwa sumber pendapatan daerah terdiri atas:

A.    Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yaitu:
·          Hasil Pajak Daerah.
·          Hasil Retribusi Daerah.
·          Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain - lain PAD yang sah.

B.      Dana Perimbangan
C.      Lain - lain pendapatan daerah yang sah.

 Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatar belakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang  perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah.
Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena :
  • Tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran
  • ·Perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah.
  • Penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.

Pendapatan daerah bagi hasil pajak dan non pajak, pemberian dari pemerintah
Dalam UU No. 25 ada tambahan pos penerimaan daerah yaitu dana perimbangan dari pemerintah pusat

Beberapa dampak dari diberlakukannya UU No. 25 terhadap keuangan daerah adalah :
·         Peranan PAD  dalam pembiayaan pembangunan ekonomi tidak terlalu besar. Hal ini mencerminkan tingginya tingkat ketergantungan finansial daerah terhadap pemerintah pusat.
·         Ada Korelasi positif antara daerah yang kaya SDA dan SDM  dengan peranan PAD dalam APBD
·          Pada tahun 1998 / 1999 terjadi penurunan PAD dalam pembentukan APBD - nya, salah satu penyebabnya adalah krisis ekonomi yang melanda tanah air.


Pembangunan Ekonomi Regional

Pembangunan regional adalah usaha meningkatkan kualitas kehidupan maupun kualitas lingkungan, sektor dan jangkauannya sangat luas.

Sedangkan istilah otonomi, berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang - undang / aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri ( Bayu Suryaninrat; 1985 ).

Otonomi daerah dalam Undang-Undang Nomor 22  tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,  agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Di samping itu, keleluasaan otonomi maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

Prinsip - prinsip pemberian otonomi daerah dalam Undang - Undang Nomor 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :

·         Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
·         Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
·         Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
·         Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
·         Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten / daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
·         Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah.
·         Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan sebagai wakil daerah.
·         Pelaksanaan azas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.

Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.

Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman ( 1987 ) mengemukakan
bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
·         Mengemukakan kesadaran bernegara / berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
·         Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang perekonomian.

Model Pertumbuhan Regional

Fungsi produksi agregat merupakan dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk sebagai berikut

Y = F(K,L)

Dimana, Y adalat output riil,
K adalah capital stock,
L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan asumsi constant return to scale yaitu;

Y = AKαL1-α

y = Akα , dimana y = K/L dan k = K/L

Fungsi produksi perkapita menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja meningkat.

Agar lebih realistis maka model neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada pertumbuhan output.

Y = F(A,K,L)

dimana A adalah technical knowledge (teknologi).
Dalam bentuk Cobb-Douglas,

Y = AegtKαL1-α

dimana g adalah technical progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan dalam model pertumbuhan . dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam bentuk model region ( daerah ), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r notasi untuk regional.

 Tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan regional yaitu;

1.      Technical progress berubah diantara region;
2.      Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3.      Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.


Faktor – Faktor Penyebab Ketimpangan

Sudah cukup banyak studi yang menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah di Indonesia. Di antaranya dari Esmara ( 1975 ), Sediono dan Igusa ( 1992 ), Azis ( 1989 ), Hill dan Wiliams ( 1989 ),  dan Safrizal ( 1997,2000 ). Namun menurut Sjafrizal ( 2012 ) Beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah menurut Sjafrizal ( 2012 ) yaitu :

1.     Perbedaan kandungan sumber daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang - barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah.

2.      Perbedaan kondisi demografis
Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja masyarakat setempat


3.     Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4.     Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

5.     Alokasi dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah.



Daftar Pustaka :